Katamedia, Samarinda – Wakil Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Wamenkumham) RI, Prof.Dr. Edward Omar Sharif Hiariej melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tepatnya di Kota Samarinda, Kamis (8/6/2023).
Beberapa agenda acara diantaranya mengisi kegiatan bertajuk “Kumham Goes To Campus 2023”, di Auditorium Universitas Mulawarman.
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menyosialisasikan Undang-Undang (UU), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Rancangan Undang-Undanga (RUU) Paten dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Design Industri terhadap Mahasiswa, Aparat Penegak Hukum hingga Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Prof. Edward mengatakan, digelarnya sosialisasi juga sekaligus menjawab sejumlah pertanyaan mengenai hal penting pembentukan KUHP Nasional yang mana UU ini telah digodok lebih dari 60 tahun sejak 1958-2022.
Dijelaskan Prof. Edward, lamanya waktu yang dibutuhkan atas penyusunan KUHP Nasional ini mengingat Indonesia merupakan suatu negara yang multi etnis, multi religi dan multi culture sehingga itu tidak mudah.
“Jangankan antara masyarakat dengan pemerintah dan DPRD kami sendiri diantara 14 orang Tim Ahli KUHP berdebat untuk 1 pasal itu bukan satu sampai dua jam, bisa berhari-hari berminggu-minggu, tetapi ketika itu diputuskan sebagai kesepakatan bersama maka kami harus konsisten untuk mempertahankan itu,” kata Prof. Edward.
Sempat tampak tegang juga dalam sosialisasi kali ini karena dibuka sesi tanya jawab, dimana sejumlah pertanyaan dari antara ratusan peserta yang hadir dilemparkan kepada Wamenkumham RI, seperti ideal tidaknya KUHP Nasional ini disahkan.
Prof. Edward menegaskan, pihaknya disadari benar bahwa KUHP yang disusun bukanlah KUHP yang sempurna untuk memuaskan seluruh lapisan masyarakat dari Merauke sampai Sabang.
Namun perlu dipahami bahwa, visi KUHP Nasional bukan lagi berorientasi pada keadilan retributif yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam.
“Maksudnya kalau menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam, yang kasihan itu teman-teman saya yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Kami sadari Betul tidak mudah untuk merubah pola pikir mindset paradigma masyarakat termasuk saya, aparat penegak hukum dan kita semua yang ada di sini,” kata Prof. Edward.
KUHP baru tidak seperti itu, jadi secara nasional tidak lagi menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam. Namun, visinya berorientasi pada paradigma hukum pidana modern yang ini sudah berlaku lebih dari 14 dasarwasa dibelahan dunia yang lain.
Menurutnya, hukum pidana di Indonesia ini ketinggalan lebih dari 40 tahun. Sementara, orientasi hukum pidana modern berorientasi pada, satu keadilan korektif.
“Artinya pelaku dikenakan sanksi, namun sanksi jangan ada dalam benak kita sanksi itu harus penjara,penjara itu masih jauh dibelakang,” katanya.
Sanksi dalam KUHP nasional bisa berarti pidana atau tindakan. Jadi kepada pelaku sebagai suatu koreksi dia melakukan tindakan yang salah diberi sanksi sanksi itu bisa berupa pidana atau tindakan tergantung Hakim
Kemudian visi lain yakni keadilan restorative. Yaitu pemulihan terhadap korban.
Misi KUHP Nasional juga adalah demokratisasi, dimana KUHP Nasional bukan membatasi kebebasan berdemokrasi, berekspresi, berpendapat baik lisan maupun tulisan, tetapi mengatur kebebasan berdemokrasi. Karena membatasi dan mengatur itu dua hal berbeda.
KUHP Nasional juga dapat diartikan sebagai dekolonialisasi alias sebagai upaya untuk menghilangkan nuansa-nuansa kolonial di dalam KUHP nasional. mewujudkan keadilan korektif, rehabilitatif, restoratif, tujuan dan pedoman pemidanaan, serta memuat alternatif sanksi pidana.
Hadir pula menjadi narasumber dalam sosialisasi kali ini ialah, Pemeriksa Paten Madya Virda Septa Fitri dan Pemeriksa Desain Industri Madya Ir.Lahindah.
(Tim Redaksi Katamedia/Frisca)