SAMARINDA – Masalah status tanah perumahan Korpri di Kecamatan Loa Bakung, Kota Samarinda, yang belum menjadi hak milik selama hampir 30 tahun, masih belum terselesaikan. Pemprov Kaltim dan DPRD Kaltim berencana untuk mengirim surat resmi ke Kemendagri agar mendapatkan jawaban pasti tentang hal ini.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, mengatakan bahwa jawaban resmi dari Kemendagri sangat dibutuhkan agar bisa menentukan langkah selanjutnya. “Apapun jawabannya, pahit atau manis, harus disampaikan agar kita tahu harus bagaimana,” ujarnya saat diwawancarai pada Senin (23/10/2023).
Untuk mempercepat prosesnya, Sapto mengatakan bahwa pihaknya akan membawa perwakilan dari Pemprov, DPRD, dan warga Loa Bakung untuk konsultasi langsung ke Kemendagri. Ia bahkan bersedia mengeluarkan biaya akomodasi dari kantong pribadinya dan teman-teman dewan yang lain. “Termasuk dari kepala BPKAD, kami akan bantu iuran agar bisa mendapatkan kepastian status tanah perumahan Korpri Loa Bakung,” katanya.
Sapto berharap dengan adanya upaya ini, warga tidak lagi merasa bahwa Pemprov atau DPRD tidak peduli dengan masalah tanah mereka. “Jangan ada lagi yang bilang kami tidak perhatian. Tapi kalau ada yang ngomong tidak baik tentang masalah ini, biarlah. Yang penting niat kami baik,” katanya.
Menurut Sapto, status tanah perumahan Korpri Loa Bakung saat ini masih sama seperti dulu, yaitu milik Pemprov sesuai dengan Hak Guna Bangunan (HGB) yang bisa diperpanjang. Namun, warga menginginkan status tanah tersebut diubah menjadi Surat Hak Milik (SHM). “Memang di awal perjanjian itu hak pengelolaan lahan, artinya dikelola bukan dimiliki dan itu untuk PNS,” jelasnya.
Sapto menyarankan agar sementara waktu, warga bisa memperpanjang HGB sampai 30 tahun dan tidak menjual tanahnya kepada pihak non-PNS. “Kalau sementara diperpanjang saja sampai 30 tahun. Jangan takut seperti Rempang. Asalkan tidak diperjualbelikan dengan pihak non-PNS,” ucapnya.
Sapto juga menambahkan bahwa perpanjangan HGB tergantung pada keputusan gubernur, apakah mau memperpanjang kapan dan berapa lama. Ia mengatakan bahwa aturannya adalah 30 tahun atau 20 tahun asalkan tidak beralih fungsi. “Selama tidak beralih fungsi tidak masalah,” katanya.(adv/dprdkaltim)