Katamedia.id, Samarinda – BEM Fisip Unmul mengadakan dispol tentang perjuangan pekerja perempuan dalam peringatan May Day dengan tema “Menolak Lupa Suara Marsinah dan Perjuangan Pekerja Perempuan Saat Ini”. Senada dengan desakan buruh untuk disahkannya UU PPRT demi perlindungan kaum buruh perempuan di tempat kerja.
Komnas HAM juga merekomendasikan agar korporasi menerapkan prinsip business and human rights atas tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia pekerja. Mereka juga mendorong pemerintah menjamin hak atas kebebasan berserikat bagi pekerja dan pekerja migran serta mendorong pengesahan RUU Perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT. (kaltimpost.jawapos.com, 11/5/2023)
Publik mengira hanya proyek infrastruktur saja yang mangkrak, tetapi RUU pun bisa mengalami hal yang sama. Mengapa demikian? Biasanya anggota dewan begitu antusias untuk mengetuk palu dan sesegera mungkin memutuskan berlakunya suatu UU. Patut diduga, apakah RUU yang mangkrak tersebut tidak memberi keuntungan bagi pemilik modal dan penguasa?
Mangkraknya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) telah berlangsung selama 18 tahun. Hal ini mendapat sorotan dari para pemimpin lintas agama, aktivis, dan pekerja rumah tangga (PRT). Mereka melakukan aksi mengetuk panci sebagai bentuk dorongan agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU PPRT. Gerakan ketuk panci digelar secara virtual dengan diikuti 190 orang yang hadir dalam ruang virtual pada Minggu (9/10). Mereka mengetuk panci sebanyak 18 kali setiap orangnya. (cnnindonesia.com, 9/1/2022).
Menurut Eva K. Sundari dari Institut Sarinah, tujuan dari gerakan ketuk panci ialah agar presiden memberikan endorsemen kepada RUU PPRT yang selama 18 tahun “digantung” di meja pimpinan DPR. RUU ini dianggap penting segera disahkan agar PRT mendapat hak pengakuan, dan perlindungan.
Minta Perlindungan
Perlindungan menjadi hal langka didapatkan rakyat dalam sistem demokrasi kapitalistik. Masyarakat mencari perlindungan dan terpenuhinya hak-hak mereka dengan mengajukan aturan yang diharapkan disahkan menjadi UU. Jangankan mendapatkan perlindungan dan terpenuhi hak-hak, walaupun disahkan sebagai UU, kondisi rakyat tetap sama.
Lembaga-lembaga yang menginisiasi perlindungan bagi rakyat bermunculan. Perempuan merasakan kekerasan dan ketidakadilan lahirlah komisi perlindungan perempuan. Lalu PRT juga mengharapkan hal yang sama, minta dilindungi dan dipenuhi hak mereka.
PRT menuntut disahkannya RUU PPRT. Mereka mengeluhkan terkait upah kerja yang minim, diberhentikan tanpa pesangon, mengalami kekerasan dalam pekerjaan, dll. Mereka meminta perlindungan pada penguasa sistem demokrasi. Hal ini mengonfirmasikan, hampir tidak ada perlindungan yang benar-benar diberikan oleh penguasa dalam demokrasi.
Apakah masih meyakini penguasa dalam sistem demokrasi akan menepati janji? Fakta yang terjadi, demokrasi selalu memberi harapan palsu. Sekarang PRT sudah 18 tahun memperjuangkan perlindungan, rakyat negeri ini sudah berpuluh tahun mengharapkan perlindungan, terjaminnya kesejahteraan dan keadilan. Tetapi, sayangnya semua hanya harapan yang mustahil diwujudkan oleh sistem hari ini.
Jika persoalan pekerja rumah tangga yang tidak sejahtera dan adil, maka harusnya yang di perjuangkan adalah perubahan sistemnya. Sejumlah UU yang dihasilkan sistem tidak ada satu pun yang menjamin kesejahteraan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan kondisi rakyat yang masih berada dalam kemiskinan.
Menurut Komnas Perempuan Andy Yetriyani, berdasarkan catatan tahunan, terdapat lebih dari 2.300 kasus kekerasan terhadap PRT sepanjang 2005 sampai 2022. Berbagai kekerasan, ketidakadilan, tidak adanya perlindungan, masalah yang tidak akan selesai dengan disahkannya UU.
Bukankah bertambahnya jumlah PRT karena tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan hidup mereka? Kegagalan sistem demokrasi menyejahterakan rakyat menjadikan perempuan dituntut keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Solusi Islam Menjamin Perlindungan
Energi sejumlah kelompok dan PRT telah habis karena fokus memperjuangkan RUU PPRT. Tetapi apakah dengan disahkannya RUU PPRT bisa menyelesaikan masalah PRT? Karena sumber permasalahan yang dialami PRT berasal dari penerapan sistem demokrasi. Maka saatnya fokus memperjuangkan Islam sebagai solusi dari segala permasalahan.
Dengan Islam, sistem kehidupan sudah terbukti menjamin perlindungan setiap individu masyarakat. Segala hak rakyat juga terpenuhi, kesejahteraan menjadi salah satu pencapaian yang terwujud dalam sistem Islam. Jika upah yang minim menjadi salah satu masalah dalam pekerjaan, Islam telah memiliki solusinya.
Dalam Islam upah ditetapkan berdasarkan manfaat yang diberikan pekerja pada pemberi kerja. Baik manfaat itu lebih besar daripada kebutuhan hidup atau lebih rendah daripada kebutuhan hidup pekerja. Adanya kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja sesuai pendapat ahli ketenagakerjaan mengenai jumlah yang sesuai dengan harga pasar tenaga kerja.
Negara Islam menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyat. Pangan, sandang, perumahan dan lainnya merupakan tanggung jawab negara. PRT dalam Islam bukan hanya untuk mendapatkan materi melainkan menolong saudaranya yang membutuhkan bantuan, meringankan pekerjaan rumah tangga.
Allah Swt berfirman, “Ada tiga golongan pada Hari Kiamat nanti yang akan menjadi musuh-Ku. Siapa yang menjadi musuh-Ku, Aku akan memusuhi dia. Pertama, seorang yang berjanji setia kepada-Ku, namun mengkhianatinya. Kedua, seorang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya. Ketiga, seorang yang mempekerjakan seorang pekerja, lalu setelah pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang tersebut tidak memberi dia upahnya.” (HR Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah).
Kita harus memahami bahwa setiap kebijakan yang dihasilkan sistem demokrasi berakhir pada penderitaan dan kekecewaan yang terus berulang. Karena, manusia tidak layak membuat aturan hidup. Allah yang berhak membuat aturan bagi kehidupan manusia. Allah Swt berfirman, “Menetapkan hukum hanyalah hak Allah.” (QS Al-An’am: 57).
Menggantungkan harapan pada RUU PPRT dan sistem demokrasi tidak akan mengakhiri masalah PRT. Sudah saatnya kembali kepada aturan Allah SWT. Wallahualam
Oleh. Emirza, M.Pd
(Pemerhati Sosial)