http://Katamedia.id Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden atau Perpres 75/2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 11 Juli 2024. Perpres tersebut mengatur rentang waktu Hak Guna Usaha (HGU) di IKN untuk para investor adalah sampai 95 tahun dan bisa diperpanjang sampai 95 tahun lagi. Total 190 tahun. Harapannya, aturan tersebut akan mengundang kehadiran investor asing di IKN.(https://bisnis.tempo.co/read/1891132/karpet-merah-investor-ikn-menilik-hgu-190-tahun-dan-hgb-160-tahun-yang-baru-diresmikan)
Pasal 9 beleid tersebut, menyebutkan pemerintah mengobral Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, yang bisa diperpanjang hingga dua siklus. Artinya pemodal memiliki hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara di IKN sampai 190 tahun.
Selain HGU, hak guna bangunan atau HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 tahun melalui satu siklus pertama. Kemudian, dapat dilakukan perpanjang melalui satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi. Artinya, HGB diizinkan hingga 160 tahun. (https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7456655/dosen-unair-soroti-izin-hak-guna-usaha-190-tahun-di-ikn)
Karpet Merah
Perpres ini jelas bertabrakan dengan sejumlah aturan, mengancam kedaulatan negara, dan lebih buruk daripada aturan agraria yang dibuat oleh penjajah Belanda, VOC. Sebagaimana diketahui, UU Agraria Kolonial (Agrarische Wet 1870) saja hanya memberikan hak kepada investor mengelola perkebunan paling lama 75 tahun.
Pemerintah dengan mudahnya memberikan karpet merah kepada investor sedangkan di sisi lain penduduk lokal lahannya tergusur atau berpindah tempat. Sebelumnya masyarakat menuntut kejelasan hak lahan milik mereka, tetapi penguasa tidak membahas permasalahan tuntutan dari masyarakat lokal.
Terlebih ketika pemerintah memperluas alternatif bisnis yang bisa digarap oleh para investor. Berbagai bidang strategis dan semestinya dikelola negara untuk kemakmuran rakyat, sayangnya ditawarkan kepada swasta.
Maka para investor bukan hanya pada bidang bisnis biasa, tetapi juga pada bidang energi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Adapun soal analisis dampak, baik terhadap lingkungan maupun sosial dan budaya, tidak lagi diatur secara rigid.
Tenaga kerja asing juga masuk. Dampaknya seperti gap sosial yang makin lebar dan budaya yang memicu berbagai konflik horizontal. Wajar jika kezaliman, ketakadilan, hingga kerusakan alam terjadi.
Buah dari Kapitalisme
Kebijakan Pemerintah memberikan HGU kepada pengusaha asing selama 190 tahun adalah kebijakan dari ideologi kapitalisme. Ideologi ini membuat kebijakan privatisasi atau swastanisasi di berbagai sektor, seperti SDA dan lahan secara luas. Dalam sistem kapitalisme negara hanya berpihak kepada kaum kapitalis, bukan kepada rakyat.
Ketika Pemerintah memberikan HGU ratusan tahun kepada investor asing, penduduk lokal di kawasan IKN terancam kehilangan lahan dan tempat tinggal. Warga Pemaluan, Kalimantan Timur, terancam digusur oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Warga Sepaku mendapat peringatan supaya tidak melakukan kegiatan apa pun di atas lahan yang dianggap milik Badan Bank Tanah.
Ketika negara menggadaikan lahan di IKN kepada para investor asing untuk dikuasai selama 190 tahun, tetapi jutaan rakyat di Tanah Air banyak yang tidak memiliki sertifikat lahan. Presiden mengatakan pada 2015 dari 126 juta bidang tanah milik masyarakat, ada 80 juta masyarakat yang tidak memiliki sertifikat.
Banyak juga kasus sengketa lahan, tetapi Pemerintah dengan mekanisme hukum domein verklaring, yaitu hukum kolonial. Menyatakan bahwa tanah yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya dengan surat (sertifikat) otomatis akan menjadi tanah negara.
Maka itu, jutaan warga terancam kehilangan lahan dan tempat tinggal karena mereka tidak memiliki SHM (Sertifikat Hak Milik). Warga juga terancam oleh mafia tanah yang bisa menggandakan SHM untuk diperjualbelikan.
Kepemilikan Lahan dalam Islam
Penguasa dalam Islam lebih mengutamakan masyarakat dalam hal pembangunan. Islam mengatur kepemilikan lahan, sehingga penguasa akan melindungi kepemilikan lahan.
Islam memiliki hukum tersendiri mengenai lahan.
Pertama, tanah termasuk harta yang dapat menjadi milik pribadi. Hukum Islam membolehkan individu memiliki lahan, seprti untuk hunian, tempat usaha, sawah, ladang, perikanan dan peternakan. Setiap warga negara muslim ataupun kafir berhak memiliki lahan secara zatnya atau sekadar hak guna usahanya.
Kedua, Negara Islam memiliki otoritas untuk membagikan lahan kepada rakyat. Baik menjadi hak milik pribadi ataupun berupa HGU. Negara akan mengawasi pengelolaan lahan yang dimiliki warga. Lahan yang diterlantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, maka status kepemilikan lahannya batal. Hal ini ditetapkan berdasarkan ijmak sahabat pada masa Amirulmukminin Umar bin al-Khaththab ra. ada di dalam hadis riwayat Imam Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubrâ, hadis nomor 11825.
Ketiga, Nabi saw. telah melarang lahan pertanian disewakan, berdasarkan sabda Rasulullah saw. dari Tsabit bin al-Hajjaj ra., dari Zaid bin Tsabit ra., berkata,
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُخَابَرَةِ، قُلْتُ: وَمَا الْمُخَابَرَةُ، قَالَ: أَنْ تَأْخُذَ الْأَرْضَ بِنِصْفٍ أَوْ ثُلُثٍ أَوْ رُبْعٍ
Rasulullah saw. telah melarang al-mukhâbarah. Aku (Tsabit bin al-Hajjaj) berkata, “Apakah al-mukhâbarah itu?” Ia (Zaid bin Tsabit) berkata, “Engkau mengambil tanah dengan (mengambil bagian/keuntungan) separuh, sepertiga atau seperempat.” (HR Abu Dawud, Ahmad, Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani).
Keempat, lahan yang dibutuhkan oleh masyarakat karena mengandung bahan tambang atau mata air berlimpah yang bisa menjadi kebutuhan publik, maka statusnya menjadi milik umum. Lahan seperti ini dikelola oleh negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta dan asing.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw.,
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api. Dan harganya adalah haram. Abu Sa’id berkata, ‘Yang dimaksud adalah air yang mengalir.’” (HR Ibnu Majah).
Lahan yang menjadi jalan umum atau aliran sungai, pantai dan laut yang menjadi hajat bersama statusnya milik umum. Setiap orang boleh memanfaatkan lahan tersebut. Lahan tersebut wajib dijaga dan dipelihara oleh negara.
Kelima, Islam memerintahkan negara untuk mencegah praktik imperialisme oleh asing melalui jalan penguasaan lahan, baik secara perorangan, korporasi, ataupun negara. Penguasaan lahan selama hampir dua abad oleh pihak asing akan berpotensi m menghilangkan kedaulatan negara adalah haram. Allah Swt berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk memusnahkan kaum mukmin.” (QS An-Nisa’ [4]: 141).
Maka telah terbukti, aturan selain Islam telah gagal melindungi hak masyarakat dan kedaulatan negeri. Para pengusaha terutama asing dan aseng justru diberi karpet merah untuk mengukuhkan kedudukan mereka di negeri ini selama hampir dua abad. Sebaliknya, kehidupan rakyat tidak semakin sejahtera tetapi kondisinya semakin dipersulit oleh kebijakan yang mengancam lahan dan penghidupan mereka. Wallahu a’lam[]
Penulis: Emirza Erbayanti, M.Pd
Muslimah Peduli Umat