http://Katamedia.id,Fakta kasus prostitusi kian memprihatinkan. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan terdapat lebih dari 130.000 transaksi terkait praktik prostitusi dan pornografi anak. Praktik prostitusi dan pornografi tersebut melibatkan lebih dari 24 ribu anak berusia 10 sampai 8 tahun. Frekuensi transaksi yang terkait dengan tindak pidana tersebut bahkan mencapai 130.000 kali, dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 127.371.000.000.
https://nasional.kompas.com/read/2024/07/26/14453011/ppatk-temukan-transaksi-prostitusi-online-libatkan-24000-anak-kpai-minta
Sebelumnya, Bareskrim Polri membongkar sindikat pelaku eksploitasi perempuan dan anak di bawah umur melalui media sosial. Sindikat ini mempekerjakan serta menawarkan pekerjaan seks komersial (PSK) dan menjual video pornografi melalui aplikasi X dan Telegram. Praktik eksploitasi seksual anak ini dilakukan secara online dan terorganisir. Para pelaku juga menawarkan pelanggan untuk bergabung dalam grup di aplikasi telegram dimana melalui grup tersebut setiap pelanggan bebas memesan jasa PSK dan mengakses video porno. Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, terdapat sekitar 1.962 perempuan dewasa dan 19 anak di bawah umur yang ditawarkan kepada para member menggunakan katalog. https://nasional.kompas.com/read/2024/07/23/19382911/polisi-bongkar-sindikat-prostitusi-online-sediakan-1962-perempuan-dan-19
Kasus prostitusi anak membuat kita bergidik ngeri. Sekulerisme dan kapitalisme telah melahirkan generasi muda yang sanggup menghalalkan segala cara demi memperoleh harta dan kesenangan. Kasus ini hanyalah fenomena gunung es, jumlah anak yang terlibat prostitusi bisa jadi lebih banyak lagi dari yang terungkap.
Mirisnya lagi, ternyata ada orangtua yang mengetahui bahwa anaknya terlibat prostitusi. Namun silaunya harta telah mematikan naluri untuk melindungi dan menyayangi buah hati. Keluarga yang semestinya menjadi salah satu benteng perlindungan anak, justru kian rapuh dan tak bisa diandalkan.
Inilah bahaya sistem Sekularisme dan kapitalisme. Dalam sistem ini, materi dan kenikmatan duniawi dijadikan sebagai tujuan tertinggi demi meraih kebahagiaan. Tak peduli menabrak rambu halal-haram, segala daya upaya dimainkan. Muncullah orang-orang yang tega menjerat anak di dunia prostitusi hingga orangtua yang tak punya naluri melindungi buah hati. Nauzubillahimindzalik.
Kasus prostitusi anak ini bukanlah yang pertama kalinya. Di tengah gencarnya transformasi digital, penyalahgunaan teknologi informasi terus terjadi. Lemahnya regulasi dan sanksi memberi celah bagi pelaku kejahatan anak untuk terus mengulang aksinya. Hal ini sangat berbahaya, sebab generasi muda adalah tonggak pembangun peradaban. Jika generasi muda dirusak, entah bagaimana nasib umat manusia ke depannya. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan akan tumbuh menjadi pribadi yang rapuh, menyimpan trauma, dan bukan tidak mungkin akan menjadi pelaku di kemudian hari.
Ancaman bagi generasi semacam ini sudah seharusnya menyadarkan kita untuk kembali pada Islam. Islam memiliki mekanisme komprehensif dalam mewujudkan perlindungan bagi anak, mulai upaya pencegahan hingga sanksi yang tegas dan menimbulkan efek jera.
Keluarga sebagai madrasah pertama harus menanamkan iman yang kuat dan akhlak mulia. Anak-anak dididik dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang serta perlindungan. Orangtua dengan bekal keimanan yang kokoh memiliki naluri melindungi dan menyayangi anak-anak mereka sebagai konsekuensi keimanan. Orangtua juga memiliki kesadaran penuh akan tanggungjawab sebagai ayah dan ibu yang harus memberikan didikan dan penjagaan terbaik untuk anaknya.
Allah berfirman dalam QS An-Nisa ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Allah Swt. melarang meninggalkan generasi yang lemah baik dalam hal ekonomi (dapat menyebabkan kemiskinan), ilmu pengetahuan, keagamaan (dalam hal pemahaman atau penguasaan), dan akhlaknya.
Negara sebagai tataran tertinggi harus lebih serius melindungi anak dari berbagai kejahatan. Ketahan digital yang kuat mutlak diperlukan untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif teknologi dan informasi. Sanksi yang tegas juga harus diterapkan agak menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Prostitusi anak semacam ini akan terus eksis jika sistem yang digunakan masih sekularisme dan kapitalisme. Sudah saatnya kita kembali pada Islam untuk menyelamatkan generasi dan nasib umat manusia di masa depan. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Oleh: Zakiyatul Fakhiroh, S.Pd
(Pendidik & Pemerhati Generasi)