http://Katamedia.id,Kata-kata dari seorang motivator memang sekejap mata memotivasi dan menjadi penyemangat bagi sebagian orang dalam mencari uang . Tetapi percayalah, jauh di dalam hati dan pikiran ,sesungguhnya cicilan dan tagihanlah yang sebenarnya mampu membuat lebih giat mencari sumber-sumber rezeki.
Di tengah impitan ekonomi, yang kian mencambuk diri untuk berjuang ekstrakeras untuk membiayai hidup, muncul beban baru bagi masyarakat, khususnya para pemilik kendaraan bermotor. Pemerintah bakal mewajibkan semua pemilik sepeda motor dan mobil ikut asuransi third-party liability (TPL). Kebijakan tersebut direncanakan mulai berlaku pada awal 2025.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menilai, rencana pemerintah mewajibkan seluruh kendaraan bermotor, seperti motor dan mobil, didaftarkan asuransi third party liability (TPL) mulai 2025 memberatkan masyarakat. Hal tersebut dikatakan Cak Imin merespons pernyataan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminaan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono yang menyebut, pemberlakuan asuransi TPL menunggu peraturan pemerintah (PP). (https://www.kompas.com/tren/read/2024/07/18/191500165/motor-dan-mobil-wajib-pakai-asuransi-tpl-mulai-2025-dpr–memberatkan)
Adanya rencana pemberlakuan wajib asuransi kendaraan TPL, sekilas meringankan beban masyarakat karena menjadi solusi penyelesaian ganti rugi akibat kecelakaan atau mengurangi kerugian material. Padahal di baliknya untuk mencari pemasukan negara melalui cara-cara halus yang sebenarnya merugikan masyarakat. Inilah bukti bahwa negara ingin berlepas tangan dari tanggung jawabnya mengurusi urusan rakyatnya, masyarakat diminta menyelesaikan masalahnya secara mandiri dengan dalih asuransi perlindungan. Asuransi pun urusannya akhirat.
Beginilah jika aturan hidup dalam sudut pandang kapitalisme sekuler. Tak peduli halal haram yang terpenting mendapatkan materi atau keuntungan. Alhasil adanya asuransi kendaraan ini membuktikan bahwa negara berlepas tangan dalam mengurusi rakyat. Sangat bertolak belakang dalam pandangan Islam.
Hukum asuransi dalam Islam sangat tegas. Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan gharar (ketidakjelasan atau spekulasi tinggi). Di antaranya:
1.Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhat). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidakjelasan). Ketidakjelasan pertama dari kapan waktu nasabah akan menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta klaim.
2.Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekalipun mengalami accident atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya.
3.Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi’ah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu adalah riba fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasi’ah (penundaan).
4.Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.
Asuransi jelas haram, juga bukan sumber pendapatan negara.Syariat Islam telah menentukan sumber pendapatan negara ada tiga pos. Pertama pos kepemilikan negara seperti fa’i, kharaj, usyur, ghanimah, jizyah, ghulul dan dharibah. Kedua pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan harta milik umum, seperti sumber daya alam, hasil hutan, hasil laut dan sebagainya. Ketiga adalah pos zakat, berasal dari pengelolaan harta zakat, infak, sadaqah dan wakaf.
Di bawah naungan sistem kapitalisme, penguasa hanya berperan sebagai regulator, sementara rakyat hanya memperoleh ampas dan getahnya. Sementara dalam Islam, penguasa mengurusi masyarakat, rakyat dijamin kebutuhannya oleh negara. Bukan seperti saat ini, masyarakat justru semakin diperas untuk menjamin kebutuhan mereka sendiri. Wallahu a’lam[]
Penulis: Uswatun Hasanah
(Pemerhati masalah sosial)